Sabtu, 19 Juni 2010

Usaha Ritel Mematikan Ribuan Usaha Warungan
16 Dec 2009

* Nasional
* Suara Karya

BANDUNG (Suara Karya) Menjamurnya usaha ritel yang terkemas dalam supermarket, hipermarket, dan istilah lainnya di Kabupaten Bandung temyata mematikan usaha warungan tradisional. Betapa tidak, usaha ritel tersebut sejak dua tahun terakhir ini sudah hadir hingga ke pelosok desa. Demikian terungkap dalam dialog antara Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Distrik Kabupaten Bandung dan gabungan komisi DPRD Kabupaten Bandung serta Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) di ruang Badan Musyawarah DPRD,

Selasa (15/12).

Ketua GMBI Distrik Kabupaten Bandung, H Aris Aruan, mengungkapkan, praktik usaha ritel yang mengemas diri dalam supermarket dan minimarket seperti Indomart, Alfamart, dan Borma, jelas-jelas melakukan cara-cara kapitalisme.

Mereka, menurut Aris, tidak memedulikan lagi pengusaha warungan tradisional yang bermodal lemah. Sedikitnya 155 ritel yang ada di Kabupaten Bandung, menurut dia, sudah mematikan sedikitnya 3.556 warung tradisional. Mereka para korban ritel tersebut kini menjadi buruh serabutan karena

usaha warungannya bangkrut

GMBI Distrik Kabupaten Bandung menilai, usaha ritel yang kini menjamur selain mempraktikkan perdagangan dengan cara kapitalisme, juga melalaikan monopoli. Karena itu, menurut Aris, GMBI Kabupaten Bandung meminta agar pemerintah daerah menghentikan segala bentuk perizinan untuk jenis usaha ritel itu.

Sebenarnya, menurut dia, usaha ritel atau toko modern ini geraknya sudah dibatasi oleh Peraturan Pemerintah (PP) No 12/2007. Pada pasal 4 PP itu disebutkan, harus jelas diatur jarak pendirian

pusat perbelanjaan ritel ini baik dengan pasar tradisional maupun dengan sesama toko modem. Namun, di Kabupaten Bandung, aturan itu sudah tidak diperhatikan lagi.

"Puluhan toko modem tersebut sangat dekat dengan jarak pasar tradisional. Lihat di Soreang. Majalaya, Nagreg, jaraknya hanya puluhan meter. Pasar tradisional kini sepi pembeli dan usaha warungan bermodal kecil mati," kata H Aris Aruan.

Menanggapi aspirasi GMBI tersebut, Kepala Bidang Perizinan

BPPMD, Drs Dian War-diana, menyatakan, pihaknya akan segera me-
lakukan inventarisasi terhadap perizinan yang sudah keluar. Sebab, menurut Dian, sebelum Kabupaten Bandung memiliki peraturan daerah pada 2009, izin-izin yang diterbitkan berdasarkan PP 12/2007 dan Permendagri 53/M-Dag/Per/ Xll/2008.

Namun, sejak Perda 20/2009 diberlakukan, menurut Dian, perizinan untuk jenis usaha ritel akan sangat teratur. Namun, pihaknya akan tetap memberikan toleransi atas izin-izin usaha ritel yang terbit sebelum perda itu.

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Kabupaten Bandung, H Asep Anwar, membe-
narkan terjadinya pembunuhan terhadap usaha warungan dan pasar tradisional di Kabupaten Bandung dalam dua tahun terakhir ini. Namun, dia optimistis, jika pada tahun-tahun mendatang hal itu tidak bisa tereliminasi, pihaknya akan mempertanyakan kepa,-da pihak eksekutif.

Sebab, pada Perda 20/2009. hasil inisiatif DPRD itu, menurut Asep Anwar, sudah mengatur zonasi usaha ritel tersebut. "Jika masih saja terjadi ada izin baru yang tidak sesuai perda, kita bersama-sama akan mempertanyakan kepada eksekutif,"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar